Bank Indonesia (BI) resmi menghentikan publikasi Jakarta Interbank Offered Rate alias JIBOR mulai 1 Januari 2026. JIBOR merupakan suku bunga indikasi pinjaman tanpa agunan antar bank dalam rupiah untuk berbagai tenor yang berfungsi sebagai acuan di pasar uang Indonesia.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyatakan hal tersebut dilakukan untuk memperkuat kredibilitas dan keandalan suku bunga acuan rupiah nasional.
Untuk menggantikan JIBOR, BI mendorong pasar keuangan Indonesia menggunakan Indonesia Overnight Index Average alias IndoNIA. Ini merupakan suku bunga acuan rupiah yang dihitung berdasarkan transaksi aktual pinjam-meminjam antar bank.
“Dengan berbasis transaksi aktual, IndoNIA dinilai lebih akurat, objektif, dan mencerminkan kondisi likuiditas pasar secara riil,” kata Denny dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (31/12).
Dia menjelaskan langkah tersebut juga merupakan bagian dari reformasi suku bunga acuan yang sejalan dengan praktik terbaik global. Hal ini untuk memperkuat pendalaman pasar keuangan Indonesia.
BI yakin penggunaan indoNIA sebagai acuan akan mendorong terwujudnya pasar keuangan Indonesia yang modern, kredibel, dan berdaya saing global. Khususnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Persiapan Matang DilakukanBI menyatakan reformasi suku bunga acuan ini dilakukan dengan persiapan yang matang. Hal ini dilakukan oleh Bank Indonesia dan para pelaku pasar keuangan.
“Persiapan ini dilakukan untuk beralih dari JIBOR ke IndoNIA. IndoNIA telah dipublikasikan sejak 1 Agustus 2018 paralel dengan publikasi JIBOR,” kata Denny.
Kebijakan pengakhiran JIBOR sudah diumumkan sejak 27 September 2024. Hal ini juga disertai dengan Panduan Transisi Pengakhiran JIBOR yang disusun oleh National Working Group on Benchmark Reform (NWGBR).
Denny mengatakan pelaku pasar secara bertahap telah mengacu pada IndoNIA. Survei yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa nilai kontrak keuangan yang jatuh tempo sebelum 31 Desember 2025 yang menggunakan JIBOR sebagai acuan telah turun 67,7% dari sebesar Rp 140,37 triliun pada September 2024 menjadi Rp 45,28 triliun pada September 2025.
Selanjutnya, nilai kontrak yang memiliki fallback rate (telah dinegosiasikan dengan rate yang baru pada saat JIBOR dihapuskan) yang jatuh tempo setelah 31 Desember 2025, meningkat 35,9% dari Rp 164,48 triliun pada September 2024 menjadi Rp 223,76 triliun pada September 2025.
Seiring dengan peningkatan transparansi pasar, Denny mengatakan aktivitas transaksi di Pasar Uang Antarbank (PUAB) juga menunjukkan kinerja yang baik. Hingga 19 Desember 2025, rata-rata nilai transaksi pinjam-meminjam antarbank dalam rupiah mencapai sekitar Rp 15,4 triliun per hari atau sekitar 63,5% dari total transaksi pasar uang.
“BI akan terus memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan pelaku pasar dan masyarakat guna memastikan kelancaran reformasi suku bunga acuan,” ujarnya.


