Belum usai dampak bencana ekologis, Aceh dilanda gempa berulang di wilayah tengah atau pegunungan dan pesisir barat. Salah satu dampak gempa berulang di wilayah tengah membuat status aktivitas Gunung Api Burni Telong di Kabupaten Bener Meriah meningkat ke level III (siaga). Situasi itu membuat warga panik karena trauma bencana ekologis belum sepenuhnya pulih dan ditambah curah hujan di Aceh sedang tinggi.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh, gempa tektonik terjadi berulang di wilayah tengah Aceh sejak Selasa (30/12/2025) pukul 20.43 WIB. Itu dimulai dari gempa berkekuatan 4,5 magnitudo yang bersumber di darat 7 kilometer (km) sebelah barat Bener Meriah dengan kedalaman 7 km.
Setelah itu, sejumlah gempa lain terjadi dengan sumber berdekatan, masih di sesar Bener Meriah yang berada di seputaran Burni Telong. Paling tidak, pada Selasa pukul 22.43 WIB, terekam gempa berkekuatan 2,6 magnitudo dengan sumber yang sama, tetapi pada kedalaman 6 km.
Gempa berulang tidak hanya terjadi di wilayah tengah Aceh. BMKG mendata kejadian gempa 4,4 magnitudo yang bersumber di laut 86 km sebelah barat Calang, Aceh Jaya, dengan kedalaman 10 km pada Rabu (31/12/2025) pukul 09.13 WIB. Kemudian pada Rabu pukul 13.28 WIB, terjadi gempa 3,7 magnitudo yang bersumber di laut 20 km sebelah barat Meulaboh, Aceh Barat, dengan kedalaman 24 km.
Kepala Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (MKG) Wilayah I Medan, Hendro Nugroho menjelaskan, gempa 3,7 magnitudo itu merupakan jenis gempa dangkal akibat aktivitas Sesar Besar Sumatera pada segmen Submarine Faulting. Dari laporan masyarakat, gempa itu dirasakan hingga Aceh Jaya dan sekitarnya.
Kendati demikian, belum ada laporan mengenai kerusakan bangunan sebagai dampak gempa tersebut. ”Hingga pukul 14.17 WIB, hasil pemantauan BMKG menunjukkan, belum ada kejadian gempa susulan (aftershock),” ujar Hendro.
Terkait gempa di wilayah tengah Aceh, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Miner merekam, secara total ada tujuh kali gempa yang dirasakan oleh masyarakat, terutama di sekitar Burni Telong pada 30 Desember 2025 antara pukul 20.43 dan 22.45 WIB. Lokasi hiposenter berdekatan, yakni sekitar 5 km sebelah barat daya dari puncak gunung setinggi 2.624 mdpl tersebut.
Gempa itu diikuti oleh peningkatan aktivitas gempa vulkanik dangkal (VB) dan gempa vulkanik dalam (VA) di Burni Telong. Setidaknya, hingga pukul 22.45 WIB, tercatat 7 kali VB, 14 kali VA, 1 kali gempa tektonik lokal, dan 1 kali gempa tektonik jauh.
Menyusul rentetan gempa tersebut, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi resmi menaikkan status Burni Telong dari level II (waspada) menjadi level III (siaga) per Selasa (30/12/2025) pukul 22.45 WIB. Masyarakat diminta waspada terhadap kemungkinan erupsi dan potensi hembusan gas berbahaya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Lana Saria mengatakan, sejak Juli 2025, pihaknya sudah mencatat aktivitas kegempaan di sekitar Burni Telong. Aktivitas itu meningkat secara intensif dan menjadi semakin dangkal pada November-Desember 2025. Puncaknya terjadi gempa tektonik lokal yang diikuti oleh rentetan gempa susulan.
”Itu menunjukkan, aktivitas magma yang mudah terpicu oleh terjadinya gempa tektonik di sekitar Burni Telong. Potensi bahaya yang harus diwaspadai, antara lain erupsi yang dipicu gempa tektonik di sekitar gunung dan erupsi freatik, letusan uap/gas tanpa keluar magma atau tidak disertai peningkatan kegempaan yang signifikan. Ancaman lainnya, hembusan gas vulkanik yang membahayakan kalau terhirup berlebihan,” ujar Lana.
Oleh karena itu, Lana mengimbau masyarakat untuk tidak mendekati Burni Telong dalam radius 4 km dari kawah. Masyarakat pun diminta menghindari area fumarol atau solfatara, terutama saat cuaca mendung atau hujan karena dapat meningkatkan bahaya dari paparan gas. ”Aktivitas Burni Telong akan terus ditinjau apabila terdapat perubahan visual maupun kegempaan yang signifikan,” katanya.
Petugas Pos Pengamatan Gunung Api Burni Telong Suwardi Putra melaporkan, visual Burni Telong masih jelas dan asap kawah tidak teramati. Namun, aktivitas kegempaannya cenderung meningkat. Pada Rabu sepanjang pukul 00.00-06.00 WIB, tercatat VA 15 kali dengan amplitudo 10-12 milimeter (mm) dan durasi 13-24 detik. Selain itu, terjadi gempa tektonik lokal 4 kali dengan amplitudo 10-50 mm dan durasi 30-50 detik.
Karena itu, masyarakat dan pengunjung atau pendaki gunung tetap diminta tidak mendekati Burni Telong dalam radius 4 km dari kawah. ”Warga pun diminta tidak berada di daerah fumarol dan solfatara pada saat cuaca mendung atau hujan karena konsentrasi gas dapat membahayakan kehidupan,” kata Suwardi.
Masyarakat dan pengunjung atau pendaki gunung tetap diminta tidak mendekati Burni Telong dalam radius 4 km dari kawah.
Dengan meningkatnya status Burni Telong, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Bener Meriah Ilham Abdi, Rabu, mengatakan, pihaknya mengimbau 900 warga di Kampung Rembune dan Kampung Pantan Pediangan, Kecamatan Timang Gajah, untuk mengungsi. Sebab, dua kampung itu berada paling dekat dengan Burni Telong, yakni dalam radius sekitar 4 km.
Masyarakat diarahkan mengungsi ke kompleks perguruan tinggi di kawasan Timang Gajah. Di sana, pemerintah telah menyiapkan tenda pengungsian. Hingga Rabu pagi, jumlah warga yang mengungsi mencapai 2.000-an orang. ”Yang mengungsi tidak hanya warga dari dua kampung itu, melainkan dari kampung lain. Sebab, warga dari kampung lain ikut panik dan memilih mengungsi,” ujar Ilham.
Ilham menyampaikan, pihaknya terus mengingatkan masyarakat agar tidak panik dan tidak mudah terpengaruh maupun ikut menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya atau hoaks. Dengan begitu, warga di kawasan yang tidak berbahaya diminta tetap berada di rumah masing-masing.
Sebaliknya, Pemerintah Kabupaten Bener Meriah menetapkan sejumlah titik kumpul evakuasi yang tersebar di lima kecamatan, meliputi dua titik di Timang Gajah I, tiga titik di Timang Gajah II, dua titik di Bukit, dan masing-masing enam titik untuk Wih Pesam I serta Wih Pesam II. ”Titik kumpul itu disiapkan untuk mengevakuasi warga saat keadaan memburuk,” kata Ilham.
Warga Kampung Mekar Ayu, Timang Gajah, Budi (42), menuturkan, warga sempat panik karena gempa terjadi berulang yang sebelumnya tidak pernah mereka rasakan, serta disusul informasi status Burni Telong meningkat ke level III (siaga). Kepanikan kian memuncak karena sempat terbesar hoaks bahwa keluar awan panas dari Burni Telong atau Burni Telong erupsi.
Akibatnya, selain dari Kampung Rembune dan Kampung Pantan Pediangan, warga dari kampung-kampung lain ikut berhamburan mengungsi. Warga yang ikut mengungsi, antara lain dari Kampung Bandar Lampahan dan Kampung Damaran Baru. ”Ada pula warga yang tidak mengungsi tetapi memilih tidur di luar rumah. Sebab, warga khawatir terjadi gempa susulan yang membuat bangunan ambruk, termasuk saya dan keluarga,” tutur Budi.
Budi menyampaikan, kawasan Timang Gajah maupun Bener Meriah menjadi salah satu wilayah yang terdampak parah oleh bencana ekologis yang melanda hampir semua wilayah Aceh sebulan lalu. Bahkan, puluhan hingga ratusan rumah warga di Timang Gajah hancur dan lenyap karena diterjang banjir bandang atau longsor.
Tak sedikit lahan pertanian dan perkebunan warga porak-poranda sehingga tidak bisa dimanfaatkan lagi. Sejumlah warga masih kesulitan melakukan mobilitas karena akses jalan dari dan menuju tempat tinggal mereka belum sepenuhnya pulih.
Sejatinya, warga sudah mencoba belajar memulai kembali aktivitas kehidupannya. Ada yang masih membersihkan tempat tinggal dan kebun yang sempat tertimbun material bencana. Ada juga yang mulai kembali ke rumahnya yang masih bisa ditempati dan bekerja di kebun dengan segala keterbatasannya.
Akan tetapi, dengan rententan gempa dan peningkatan status Burni Telong, warga di Timang Gajah maupun Bener Meriah kembali dilanda trauma bencana. Ada yang memilih kembali ke pengungsian karena trauma dengan dampak bencana. Ada pula yang takut untuk kembali ke kebun.
”Tidak ada korban jiwa dan hanya ada beberapa rumah warga yang retak atau rusak ringan karena rentetan gempa semalam. Tapi, karena belum benar-benar pulih dari trauma bencana banjir bandang-longsor kemarin, rentetan gempa dan peningkatan status Burni Telong membuat warga kembali takut beraktivitas,” ujar Budi.
Menurut Budi, rasa trauma bencana sejatinya mulai dirasakan warga dalam dua-tiga hari terakhir. Hal itu dipicu tingginya intensitas curah hujan di wilayah tengah Aceh, termasuk Bener Meriah. Bahkan, dua hari sebelumnya, hujan deras menyebabkan banjir susulan di sejumlah kampung. ”Banjir dua hari lalu membuat warga cemas, khawatir banjir bandang dan longsor seperti sebulan lalu kembali terjadi,” ujarnya.
Budi berharap pemerintah segera mempercepat proses pemulihan semua akses jalan dari dan menuju wilayah terdampak bencana ekologis di Aceh. Tujuannya, mobilitas warga semakin lancar. Dengan begitu, warga bisa cepat mengevakuasi diri kalau seandainya bencana susulan terjadi, baik akibat banjir bandang, longsor, gempa, ataupun erupsi gunung.
”Selain itu, pemerintah harus segera menyiapkan stok bantuan logistik dan perlengkapan pengungsian untuk mengantisipasi bencana susulan. Saat ini, perlengkapan pengungsian masih minim. Buktinya, saat mengungsi semalam, banyak warga yang tidur dengan alas terpal dan tidak memiliki selimut memadai. Padahal, udara di sini sangat dingin dan banyak pengungsi kelompok rentan, seperti ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, dan lansia,” ungkap Budi.
Sementara itu, sejak Senin (29/12/2025), BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh telah memperingatkan akan terjadi cuaca ekstrem berupa hujan intensitas ringan, sedang, hingga lebat disertai angin kencang dengan durasi cukup lama di hampir semua wilayah Aceh. Cuaca ekstrem itu dipengaruhi aktifnya gelombang atmosfer Kelvin dan Rossby Ekuatorial.
Situasi diperburuk dengan adanya belokan angin dan konvergensi. Kondisi itu memicu pertumbuhan awan hujan yang cukup signifikan. Di samping itu, suhu muka laut yang relatif hangat di wilayah pesisir barat Aceh turut meningkatkan suplai uap air ke atmosfer. Cuaca ekstrem itu diprediksi terjadi hingga 31 Desember 2025.
Juru Bicara Posko Penanganan Banjir dan Longsor Aceh Murthalamuddin mengatakan, BMKG memperkirakan, cuaca ekstrem berupa hujan intensitas ringan hingga sedang masih akan terjadi di seluruh wilayah Aceh hingga Rabu malam. Seiring dengan itu, risiko banjir dan longsor di wilayah-wilayah rawan bencana ikut meningkat.
Atas dasar itu, masyarakat diimbau tidak cepat panik, tetapi terus waspada terhadap segala bentuk potensi bencana susulan, terutama banjir dan longsor. Mereka diminta untuk menghindari aktivitas di kawasan rawan selama hujan berlangsung, khususnya di sekitar sungai dan lereng atau tebing.
”Melalui koordinasi dengan BMKG, kami terus memantau perkembangan situasi cuaca di Aceh. Kami minta pemerintah daerah memastikan kesiapsiagaan dan respon cepat apabila cauca ekstrem menimbulkan risiko bencana,” kata Murhtalamuddin.





