Kecelakaan Kapal Berulang, Pengamat: Cermin Sistem yang Belum Tuntas Dibangun

mediaindonesia.com
4 jam lalu
Cover Berita

INSIDEN kecelakaan kapal wisata KM Putri Sakinah yang tenggelam di perairan Pulau Padar, Kepulauan Komodo, Jumat malam (26/12), mendapat sorotan luas. Kapal tersebut mengalami mati mesin di tengah gelombang setinggi dua hingga tiga meter. Tujuh orang berhasil diselamatkan, sementara empat wisatawan asal Spanyol hingga kini masih dalam pencarian. Kejadian nahas itu bukan yang pertama.

Sepanjang 2024 hingga akhir Desember 2025, tercatat sedikitnya 15 kecelakaan kapal wisata terjadi di perairan Labuan Bajo dan sekitarnya. Insiden umumnya disebabkan cuaca ekstrem, gelombang tinggi, serta gangguan teknis kapal.

Pada 2024 saja, lebih dari 8 insiden besar terjadi, bahkan hingga pertengahan tahun sudah tercatat 7 kecelakaan kapal. Memasuki 2025, Kepolisian Manggarai Barat mencatat lima kejadian dalam periode Januari hingga Juli.

Baca juga : Pencarian Hari Ketiga Korban KM Putri Sakinah, Tim SAR Temukan Life Jacket

Pengamat maritim Marcellus Hakeng Jayawibawa berpandangan, kecelakaan yang berulang tidak pernah lahir dari ruang hampa. Ia bukan sekadar hasil cuaca buruk atau kelalaian individu, melainkan cermin dari sistem yang belum tuntas dibangun.

"Dari tata kelola yang rapuh, dan dari pilihan-pilihan kebijakan yang terlalu sering menempatkan keselamatan sebagai variabel yang bisa ditawar," kata Hakeng saat dihubungi, Minggu (28/12).

Menurutnya, angka insiden di perairan Labuan Bajo sepanjang 2024 hingga akhir 2025 itu tidak bisa diperlakukan sebagai statistik dingin. Ia adalah jejak kegagalan kolektif.

Baca juga : Keluarga Korban KM Putri Sakinah Minta Pencarian Dilanjutkan

Dalam kajian keselamatan transportasi, kata Hakeng, satu kecelakaan mungkin masih dapat disebut musibah. Namun ketika kecelakaan terjadi berulang, lanjutnya, kita sedang berhadapan dengan tanda-tanda struktural.

"Dari sini pekerjaan rumah pertama itu tampak jelas: kegagalan membaca pola dan kegagalan menjadikan pengalaman pahit sebagai fondasi perubahan sistemik," ungkapnya.

Pekerjaan rumah berikutnya, lanjut Hakeng, terletak pada jurang yang menganga antara regulasi dan praktik. Publik sering mendengar bahwa Indonesia tidak kekurangan aturan keselamatan pelayaran. Itu benar, katanya. Standar kelayakan kapal, kewajiban alat keselamatan, sertifikasi awak, hingga prosedur operasional dalam kondisi cuaca tertentu telah lama tersedia.

Akan tetapi, Hakeng menegaskan, hukum yang tidak ditegakkan secara konsisten hanyalah teks tanpa daya lindung. Ketika kapal yang kelayakannya patut dipertanyakan tetap bisa beroperasi, perizinan kerap berhenti pada administrasi, bukan pada pengawasan berkelanjutan.

Di balik persoalan struktural itu, tersimpan masalah yang lebih kultural, yakni rapuhnya budaya keselamatan. Hakeng menyebut keselamatan belum sepenuhnya menjadi nilai bersama, melainkan masih dipersepsikan sebagai biaya tambahan.

Dalam logika ekonomi jangka pendek, katanya, tekanan untuk tetap berlayar demi jadwal, permintaan pasar, atau lonjakan wisatawan sering kali mengalahkan kehati-hatian.

"Juga sering kali cuaca ekstrem dijadikan penjelasan utama. Namun secara akademis, kita sepakat bahwa faktor alam tidak pernah berdiri sendiri. Laut Indonesia (terutama di kawasan timur) memiliki dinamika yang sudah lama dikenal," katanya.

Peringatan dini dari otoritas meteorologi seharusnya menjadi fondasi pengambilan keputusan, bukan sekadar informasi pelengkap.

"Ketika kapal tetap berlayar di tengah potensi gelombang tinggi, persoalannya bukan pada cuaca, melainkan pada kegagalan manajemen risiko dan pengabaian prinsip kehati-hatian," jelasnya.

Sedangkan, lanjutnya, masalah teknis kapal menyingkap dimensi kegagalan lain yang lebih sunyi, namun mematikan. Kasus-kasus mati mesin sebelum kecelakaan mengindikasikan lemahnya sistem perawatan dan inspeksi.

"Dalam teori keselamatan transportasi, kegagalan teknis hampir selalu bersifat akumulatif. Ia lahir dari perawatan yang ditunda, inspeksi yang longgar, dan pengawasan yang lebih bersifat seremonial ketimbang substantif. Ketika kapal dengan potensi gangguan teknis tetap diizinkan beroperasi, negara sejatinya sedang menabung risiko, dan ketika risiko itu jatuh tempo, korbanlah yang membayar harga termahalnya," paparnya.

Ada pun dimensi kemanusiaan dari kecelakaan kapal, terlebih ketika melibatkan wisatawan mancanegara dan anak-anak, mengungkap pekerjaan rumah yang lebih dalam, yakni absennya pendekatan keamanan manusia. Transportasi publik dan wisata seharusnya menjadi ruang aman bagi semua, terutama kelompok rentan.

"Ketika nyawa wisatawan asing melayang, dampaknya bukan hanya duka, tetapi juga luka reputasional bagi bangsa. Negara tidak lagi dinilai dari brosur pariwisatanya, melainkan dari kemampuannya melindungi setiap manusia yang berada dalam wilayah tanggung jawabnya," ujar Hakeng.

Untuk itu, yang harus diperbaiki, katanya, dimulai dari perubahan cara pandang. Keselamatan bukan penghambat pembangunan, melainkan prasyaratnya. Tanpa keselamatan, pertumbuhan ekonomi dan pariwisata hanya berdiri di atas fondasi yang rapuh.

"Audit keselamatan yang menyeluruh dan independen harus menjadi agenda permanen, bukan reaksi emosional setelah tragedi. Pengawasan harus hadir di lapangan, bukan hanya di meja birokrasi," tuturnya.

Selanjutnya integrasi peringatan cuaca ke dalam keputusan operasional harus bersifat wajib dan mengikat. Keputusan berlayar tidak boleh semata-mata ditentukan oleh pertimbangan ekonomi operator.

"Peningkatan kompetensi awak kapal, standar perawatan teknis yang ketat, serta transparansi hasil investigasi kecelakaan harus menjadi satu kesatuan kebijakan yang utuh. Tanpa transparansi, kepercayaan publik tidak akan pernah benar-benar pulih," pungkasnya. (E-4)

 


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Arteta Bingung dengan Krisis Cedera Arsenal yang Sangat Aneh, Terpaksa Mainkan Rice Sebagai Bek
• 16 jam laluharianfajar
thumb
Mengapa Leluhur Jepang Berbeda? Studi Ungkap Jalur Migrasi Manusia Purba
• 19 jam lalumediaindonesia.com
thumb
UMP Jakarta Diprotes Buruh, Rano Karno: Wajar, Nanti Kita Cari Jalannya
• 8 jam lalukompas.tv
thumb
Puncak Bogor Diguyur Hujan Deras Sore Ini, Pengendara Diimbau Waspada
• 9 jam laludetik.com
thumb
Presiden Prabowo Salurkan 100 Becak Listrik untuk Pengemudi Lansia di Blora, Dorong Produktivitas dan Kesejahteraan
• 8 jam lalupantau.com
Berhasil disimpan.