Ilmuwan Kembangkan "Otak Mini" untuk Deteksi Skizofrenia dan Bipolar

mediaindonesia.com
11 jam lalu
Cover Berita

DUNIA medis mencatat terobosan besar dalam memahami gangguan jiwa berat. Melalui penggunaan miniatur otak hasil penumbuhan di laboratorium (brain organoids), para peneliti berhasil mengungkap bagaimana skizofrenia dan gangguan bipolar mengganggu aktivitas saraf. Penemuan ini membuka jalan bagi diagnosis yang lebih presisi serta pengujian obat yang dipersonalisasi bagi pasien.

Selama ini, diagnosis gangguan kejiwaan sering kali bergantung pada penilaian klinis subjektif karena penyebab molekuler yang mendasarinya sulit dipahami. Namun, melalui penelitian yang diterbitkan dalam jurnal APL Bioengineering, para ilmuwan mulai menemukan titik terang.

Mengatasi Kendala Diagnosis

Annie Kathuria, insinyur biomedis dari Johns Hopkins University yang memimpin studi ini, menjelaskan skizofrenia dan bipolar sangat sulit didiagnosis. Pasalnya tidak melibatkan kerusakan spesifik pada satu bagian otak saja.

"Skizofrenia dan gangguan bipolar sangat sulit didiagnosis karena tidak ada bagian otak tertentu yang mati. Tidak ada enzim spesifik yang berhenti berfungsi seperti pada Parkinson, penyakit saraf lain di mana dokter dapat mendiagnosis dan mengobati berdasarkan kadar dopamin meskipun masih belum memiliki obat yang tepat," ujar Kathuria.

Harapannya, di masa depan, dokter tidak hanya bisa mengonfirmasi kondisi pasien melalui organoid otak. Kepastian itu juga mulai menguji konsentrasi obat yang paling efektif sebelum diberikan langsung kepada pasien.

Teknologi Mikrochip dan Kecerdasan Buatan

Tim peneliti membuat organoid ini dengan mengubah sel darah dan kulit pasien menjadi sel punca (stem cells), yang kemudian dikembangkan menjadi jaringan mirip otak berukuran sekitar tiga milimeter. Jaringan ini mengandung sel-sel saraf yang biasa ditemukan di korteks prefrontal, wilayah otak yang bertanggung jawab atas pemikiran tingkat tinggi.

Untuk memetakan aktivitasnya, organoid diletakkan di atas mikrochip yang dilengkapi dengan jajaran multi-elektroda. Dengan bantuan alat pemelajaran mesin (machine learning), peneliti menganalisis pola sinyal listrik yang dikirimkan neuron.

Hasilnya mengejutkan. Melalui sinyal listrik saja, tim berhasil mengidentifikasi organoid dari pasien yang sakit dengan akurasi 83%. Angka ini melonjak hingga 92% ketika jaringan diberikan stimulasi listrik ringan.

Akhir dari Metode Coba-Coba Obat

Salah satu masalah terbesar dalam pengobatan psikiatri saat ini adalah metode trial-and-error atau coba-coba dalam menentukan dosis dan jenis obat. Proses ini seringkali memakan waktu berbulan-bulan tanpa hasil yang pasti.

"Begitulah cara kebanyakan dokter memberikan obat-obatan ini kepada pasien, dengan metode coba-coba yang mungkin memakan waktu enam atau tujuh bulan untuk menemukan obat yang tepat," kata Kathuria.

Ia mencontohkan Clozapine, obat umum untuk skizofrenia, di mana sekitar 40% pasien ternyata resisten terhadapnya. Dengan teknologi organoid ini, periode coba-coba tersebut dapat dipangkas sehingga pasien bisa mendapatkan pengobatan yang tepat jauh lebih cepat.

Meskipun baru melibatkan sampel dari 12 pasien, tim kini bekerja sama dengan ahli bedah saraf dan psikiater di John Hopkins School of Medicine untuk memperluas studi. Langkah selanjutnya adalah menguji berbagai konsentrasi obat pada organoid guna mengembalikan pola saraf yang lebih sehat sebelum diterapkan pada manusia. (Science Daily/Z-2)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Trump Sebut Kesepakatan Damai Ukraina Makin Dekat
• 12 jam lalutvrinews.com
thumb
Pria di Suriname Tikam 9 Orang hingga Tewas, 4 Korban Anaknya Sendiri
• 19 jam laludetik.com
thumb
Terungkap! Motif Anggota Polisi Bunuh Mahasiswi UMM di Probolinggo karena Harta
• 16 menit lalumetrotvnews.com
thumb
Minim Keluhan Selama Libur Natal, Pengamat: Kinerja Pertamina Terus Membaik
• 2 jam lalujpnn.com
thumb
Pemerintah Tetapkan Skema Bantuan Rumah Rusak Pascabencana Sumatra
• 7 jam lalutvrinews.com
Berhasil disimpan.