Akui Kinerja Belum Sempurna, Kapolri Meminta Maaf dan Memohon Koreksi dari Masyarakat 

kompas.id
9 jam lalu
Cover Berita

JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo meminta maaf atas kinerja institusinya yang masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat. Karena itu, Polri meminta semua elemen masyarakat memberikan dukungan, koreksi, dan saran perbaikan agar Korps Bhayangkara bisa bekerja sesuai harapan.

”Kami menyadari bahwa pelaksanaan tugas Polri jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kepada masyarakat dan bangsa Indonesia khususnya, atas nama pimpinan Polri, mewakili keluarga besar Polri, dari lubuk hati kami yang paling dalam, kami haturkan permohonan maaf,” ujar Listyo dalam Rilis Akhir Tahun 2025 di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (30/12/2025).

Listyo menegaskan, institusi Polri terbuka terhadap kritik masyarakat. Kapolri bahkan meminta masyarakat untuk terus memberikan kritik dan masukan agar Polri bisa memperbaiki diri.

”Kami mohon untuk terus didukung, dikoreksi, dan diperbaiki. Agar kami dapat melaksanakan tugas betul-betul bisa memenuhi apa yang diharapkan oleh masyarakat,” katanya.

Listyo menjamin Polri akan terus humanis dan responsif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dia berkomitmen, Polri mendengarkan aspirasi dan keluhan serta menjadi yang terdepan dalam melindungi dan menolong masyarakat, khususnya masyarakat kecil dan kelompok rentan.

”Dengan demikian, transformasi menuju Polri yang presisi dapat diwujudkan secara nyata melalui pengabdian Polri untuk masyarakat,” ujarnya.

Sebelumnya, Asisten Utama Bidang Operasi Kapolri Komisaris Jenderal Mohammad Fadil Imran menyebut, kritik publik terkait kehadiran polisi dalam unjuk rasa menjadi bahan refleksi. Catatan tersebut menjadi bahan untuk reformasi operasional Polri yang tidak hanya mempersoalkan taktik di lapangan, tetapi juga menyentuh filosofi mendasar.

Baca JugaReformasi Internal Jadi Kunci Pemulihan Polri

Polri, lanjut Fadil, seharusnya tidak menjadi penghalang, tetapi justru menjadi penjamin dan pelayanan keamanan publik. Apalagi, keberadaan Polri dimaknai dengan kehadiran negara dalam ruang-ruang demokrasi.

”Kami menegaskan bahwa aksi penyampaian pendapat adalah hak konstitusional warga negara. Polri secara sadar dan terbuka mengakui adanya kritik publik terkait penggunaan kekuatan yang tidak proporsional dan lemahnya fungsi negosiasi di lapangan,” paparnya.

Dalam evaluasinya, kata Fadil, Polri mencatat empat persoalan inti. Empat persoalan itu terdiri dari paradigma reaktif, ketidaksesuaian proporsionalitas kekuatan, krisis kepercayaan akibat oknum, dan minimnya pendekatan deeskalasi.

Terhadap keempat isu ini, lanjut Fadil, Polri telah merumuskan sejumlah tindakan, mulai dari dari revisi doktrin hingga pembaruan SOP (prosedur standar operasional) pengamanan aksi. Pelibatan negosiator sebagai first responder (petugas awal), penguatan fungsi humas, dan pengawasan internal juga menjadi perhatian.

Fadil menjelaskan, perbaikan dalam tertuang dalam dokumen kebijakan terbaru ini terdiri dari tiga pilar, yakni dialogis hukum, proporsionalitas kekuatan, hingga integritas dan legitimasi. Tujuannya, untuk memastikan akuntabilitas institusi dan sentuhan humanisme di lapangan.

“Keamanan publik tidak bisa dibangun hanya dengan kekuatan, tetapi kepercayaan. Perubahan ini tidak bersifat kosmetik, tetapi menyentuh hal yang fundamental, yakni bagaimana Polri kembali menjadi mandat moral untuk menjamin keselamatan dan martabat warga,” kata Fadil.

“Karena sejatinya tugas Polri bukan hanya menegakkan hukum, tetapi menegakkan kepercayaan publik,” lanjutnya.

Putusan disiplin

Dalam paparannya, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Wahyu Widada menjelaskan, transformasi Polri ini juga ditunjukkan dengan penindakan tegas terhadap pelanggaran. Proses penindakan ini juga diklaim terbuka dan berorientasi terhadap perbaikan berkelanjutan, serta menjadi instrumen pembelajaran untuk memperkuat integritas dan profesionalisme anggota.

Kaplri sebut pihaknya terbuka terhadap saran dan perbaikan.

Wahyu memaparkan, Polri telah menjatuhkan 5.061 putusan sanksi sidang disiplin dan 9.817 putusan sidang kode etik profesi sepanjang 2025. Terkait sidang kode etik, putusan menghasilkan 689 sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dan 637 tunda pangkat dan pendidikan.

Selebihnya, 1.951 permintaan maaf lisan dan tertulis, 1.709 sanksi patsus (penempatan khusus) 30 hari, 1.196 sanksi demosi, dan 44 sanksi lainnya.

“Polri secara konsisten melakukan penegakan disiplin dan dan kode etik terhadap setiap bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh personil. Sanksi adalah gigitnya pengawasan. Jadi, kalau sudah diawasi tetap melakukan pelanggaran, ya tinggal digigit. Kalau enggak digigit, ya percuma saja,” kata Wahyu.

Impunitas

Meski demikian, Indonesia Police Watch (IPW) memandang Polri masih belum serius untuk menjabarkan pemberian sanksi secara transparan. Oleh karena itu, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso mengusulkan Komisi III DPR memanggil Kapolri untuk membuka praktik impunitas atau silent blue code terhadap anggota Polri.

“Dari catatan IPW, banyak kasus yang sudah terpublikasi dan putusan sidang KKEP (Komisi Kode Etik Polri) menyatakan PTDH terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota, hilang dan disembunyikan begitu saja tanpa kelanjutan hasil sidang banding KKEP,” paparnya dalam keterangan terpisah.

Sugeng menyebut sejumlah kasus yang menjadi sorotan, mulai dari pemerasan terhadap penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) hingga kasus pemerasan terhadap tersangka pembunuhan dan pemerkosaan oleh anak bos Prodia, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.

“Kasus-kasus melibatkan anggota Polri tersebut jelas luput dari pengawasan anggota DPR yang memiliki hak konstitusional. Sehingga pendalaman terhadap pelaksanaan PTDH setelah anggota melakukan banding dan berkeputusan final itu, sangatlah dibutuhkan sebagai salah satu pembenahan terhadap institusi Polri,” ujarnya.

Baca JugaPolri Latih Instruktur Polisi Berkarakter, tetapi Reformasi Butuh Lebih dari Itu

IPW, lanjut Sugeng, berpendapat keputusan PTDH merupakan bentuk keseriusan Polri dalam menjaga marwah institusi. oknum-oknum anggota Polri tersebut, ujarnya, tidak hanya melanggar aturan yang menciderai nilai-nilai dasar kepolisian. 




Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Ketika Alam Terluka: Alarm SDGs dari Banjir dan Konflik Satwa
• 42 menit lalucnbcindonesia.com
thumb
Kaleidoskop 2025, Pasang Surut Pemberantasan Korupsi 
• 22 jam lalukompas.id
thumb
Mulai Malam Ini Jalur Puncak Ditutup Jelang Perayaan Malam Tahun Baru
• 9 jam laluidntimes.com
thumb
Keluar dari Zona Nyaman, Megan Domani Tunjukkan Sisi Akting Paling Menantang di Film Musuh Dalam Selimut
• 21 jam lalugrid.id
thumb
Putin Ucapkan Selamat Tahun Baru 2026 kepada Presiden Prabowo
• 2 jam lalumetrotvnews.com
Berhasil disimpan.