JAKARTA, KOMPAS — Anak-anak yang terpapar layar tinggi sebelum usia dua tahun menunjukkan perubahan perkembangan otak. Gangguan perkembangan otak ini terkait dengan pengambilan keputusan yang lebih lambat dan peningkatan kecemasan pada masa remaja mereka.
Riset baru oleh Asisten Profesor Tan Ai Peng dan timnya dari A*STAR Institute for Human Development and Potential (A*STAR IHDP) dan National University of Singapore (NUS) Yong Loo Lin School of Medicine ini diterbitkan di jurnal eBioMedicine, bagian dari The Lancet, pada Senin (29/12/2025).
Dengan cakupan lebih dari sepuluh tahun, studi ini menyoroti konsekuensi jangka panjang dari waktu layar pada masa bayi. Kajian menggunakan data dari kohort Growing Up in Singapore Towards Healthy Outcomes (GUSTO) ini melacak anak-anak yang sama selama lebih dari satu dekade.
Dalam studi tersebut, para peneliti melakukan pencitraan otak yang diambil pada beberapa titik waktu untuk memetakan kemungkinan jalur biologis dari paparan layar pada bayi hingga kesehatan mental remaja.
Para peneliti berfokus pada masa bayi, periode ketika perkembangan otak paling cepat dan sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan. Selain itu, jumlah dan jenis paparan layar pada masa bayi sebagian besar ditentukan kesadaran orangtua dan pengasuh serta praktik pengasuhan, yang menyoroti periode kritis untuk bimbingan dan intervensi dini.
Para peneliti mengikuti 168 anak dari kohort GUSTO dan memindai otak mereka di tiga titik waktu yakni usia 4,5, 6, dan 7,5 tahun. Hal ini memungkinkan mereka melacak bagaimana jaringan otak berkembang dari waktu ke waktu daripada hanya mengandalkan satu gambaran.
Anak-anak dengan waktu menonton layar lebih tinggi sejak bayi menunjukkan percepatan pematangan jaringan otak yang bertanggung jawab untuk pemrosesan visual dan kontrol kognitif.
Para peneliti menduga hal ini mungkin disebabkan stimulasi sensorik intensif yang diberikan layar. Perlu dicatat, waktu menonton layar yang diukur pada usia tiga dan empat tahun tak menunjukkan efek sama, yang menggarisbawahi mengapa masa bayi merupakan periode amat sensitif.
" Percepatan pematangan terjadi ketika jaringan otak tertentu berkembang terlalu cepat, seringkali sebagai respons terhadap kesulitan atau rangsangan lain," kata Huang Pei, penulis utama studi ini.
Selama perkembangan normal, jaringan otak lebih terspesialisasi dari waktu ke waktu. Namun pada anak-anak dengan paparan layar tinggi, jaringan yang mengontrol penglihatan dan kognisi terspesialisasi lebih cepat, sebelum mereka mengembangkan koneksi efisien untuk berpikir kompleks.
" Hal tersebut dapat membatasi fleksibilitas dan ketahanan, membuat anak kurang mampu beradaptasi di kemudian hari," kata Pei menambahkan.
Spesialisasi prematur bayi akibat paparan monitor ini memiliki konsekuensi jangka panjang. Anak-anak dengan jaringan otak yang berubah ini butuh waktu lebih lama mengambil keputusan selama tugas kognitif pada usia 8,5 tahun, menunjukkan penurunan efisiensi atau fleksibilitas kognitif.
Penelitian ini memberi kita penjelasan biologis mengapa membatasi waktu layar dua tahun pertama amat penting. Namun ini juga menyoroti pentingnya keterlibatan orang tua, menunjukkan aktivitas orangtua-anak bisa membuat perbedaan nyata.
Mereka yang memiliki pengambilan keputusan lebih lambat melaporkan gejala kecemasan lebih tinggi pada usia 13 tahun. Temuan ini menunjukkan paparan layar pada masa bayi memiliki efek meluas jauh melampaui masa kanak-kanak awal, membentuk perkembangan otak dan perilaku bertahun-tahun kemudian.
Dalam studi terkait yang diterbitkan di Psychological Medicine pada tahun 2024, tim yang sama menemukan waktu layar bayi juga dikaitkan dengan perubahan jaringan otak yang mengatur regulasi emosi. Namun membaca bersama orangtua dan anak bisa menangkal perubahan otak ini.
Di antara anak-anak yang tuanya sering membacakan buku untuk mereka pada usia 3 tahun, hubungan antara waktu layar bayi dan perubahan perkembangan otak melemah secara signifikan.
Para peneliti ini menjelaskan, membaca bersama dapat memberikan jenis pengalaman interaktif yang diperkaya yang tidak dimiliki oleh konsumsi layar pasif, termasuk keterlibatan timbal balik, paparan bahasa, dan koneksi emosional.
"Penelitian ini memberi kita penjelasan biologis mengapa membatasi waktu layar dua tahun pertama amat penting. Namun ini juga menyoroti pentingnya keterlibatan orang tua, menunjukkan aktivitas orangtua-anak, seperti membaca bersama, bisa membuat perbedaan nyata," kata Peng, penulis senior studi ini.
Studi tersebutbekerja sama dengan para peneliti dari Rumah Sakit Universitas Nasional Singapura, Rumah Sakit Wanita dan Anak KK, dan Universitas McGill.
Temuan ini memberikan dasar bukti untuk memandu kebijakan pendidikan anak usia dini dan praktik pengasuhan, berkontribusi pada upaya Singapura untuk memaksimalkan potensi manusia sejak tahap awal kehidupan.



/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fphoto%2Fori%2F2023%2F01%2F20%2F024766cb-9e15-45ec-84ab-49af9c554757.jpeg)

