Bisnis.com, JAKARTA – Saham-saham keping biru atau blue chip diperkirakan bakal bergeliat pada 2026 setelah kinerjanya kalah dari saham lapis dua dan tiga di sepanjang tahun ini. Analis menilai, saham blue chip bakal kembali menjadi primadona pada tahun depan.
Berdasarkan data statistik Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG tercatat menguat 22,13% menjadi 8.646,93 di sepanjang 2025.
Indeks saham terlikuid LQ45 hanya mampu tumuh 2,41%. Performa ini tidak hanya ketinggalan dari IHSG tapi juga underperform dibandingkan dengan indeks saham lapis dua dan tiga IDX SMC Composite yang melambung 57,28%.
Head of Research KISI Sekuritas, Muhammad Wafi menilai lonjakan IHSG lebih dari 20% pada 2025 didominasi oleh segelintir emiten big caps pada grup tertentu dengan free float yang tipis, sehingga mudah untuk dikendalikan atau diatur oleh pemain besar. Sedangkan, saham-saham konstituen LQ45 tertahan oleh narasi old economy dan sentimen asing yang masih wait and see.
"Pada 2026 bisa jadi tahun pembalikan arah. Valuasi LQ45 sekarang sudah murah, sementara lapis 2-3 sudah bubble [naik terlalu pesat dan berpotensi koreksi]," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (30/12/2025).
Proyeksi tersebut juga didorong oleh pelonggaran moneter suku bunga acuan Bank Indonesia maupun The Fed. Dalam kondisi ini, menurutnya investor asing akan masuk ke pasar modal melalui saham-saham LQ45 seperti sektor perbankan maupun telekomunikasi karena membutuhkan likuiditas.
Dari sisi risiko pasar, ketika bubble saham-saham tier dua dan tiga pecah akan menyebabkan panic selling yang menyeret sentimen pasar ke arah negatif.
Sementara itu, bila menilik apa yang dilakukan regulator pada tahun ini, Wafi menilai upaya meperkuat pasar seperti kebijakan free float hingga demutualisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa menangkal praktif goreng saham.
"Sejauh ini, saham gampang digoreng karena free float kecil. Dengan float besar, manipulasi jadi mahal dan susah. Sementara demutualisasi juga bikin pengawasan lebih ketat. Jangka pendek mungkin [pasar] akan volatil, tapi jangka panjang bisa menjadi fondasi agar IHSG juga pasar efisien dan investable di mata global," pungkasnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.




