JAKARTA, KOMPAS– Lebih dari empat minggu pascabencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tetapi kondisi di sejumlah wilayah terdampak masih belum pulih. Layanan kesehatan yang turut terdampak juga belum pulih. Kebutuhan obat-obatan dan tenaga kesehatan pun kian mendesak.
Hal tersebut disampaikan Ketua Divisi Pengabdian Masyarakat dan Bantuan Kebencanaan Ikatan Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang juga dokter spesialis ortopedi dan traumatologi, Yogi Prabowo, dalam konferensi pers yang diikuti secara daring, di Jakarta, pada Rabu (31/12/2025).
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 31 Desember 2025, jumlah korban bencana Sumatera yang meninggal mencapai 1.154 orang. Sementara jumlah total pengungsi yang terdampak bencana Sumatera sebanyak 378.200 orang.
Yogi menuturkan, revitalisasi rumah sakit sudah dilakukan di sejumlah wilayah yang terdampak banjir. Penanganan kegawatdaruratan juga sudah bisa diberikan, terutama untuk pengobatan luka dan infeksi serta persalinan.
Meski begitu, sejumlah puskesmas belum bisa melayani secara maksimal. Kebutuhan obat-obatan, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan masih diperlukan. Banyak rumah sakit yang terdampak sehingga alat-alat kesehatan menjadi rusak.
Sejumlah puskesmas belum bisa melayani secara maksimal. Kebutuhan obat-obatan, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan masih diperlukan.
“ Namun kita tetap berupaya agar layanan kesehatan bisa berjalan dengan maksimal. Mungkin baru bisa melakukan dengan standar yang ada. Laboratorium, pemeriksaan radiologi seperti MRI, itu belum bisa dilakukan,” tuturnya.
Yogi menyampaikan, masalah kesehatan lingkungan saat ini menjadi salah satu tantangan yang cukup berat untuk dihadapi. Sampah dan lumpur belum terkelola dengan baik. Masyarakat tinggal dengan lingkungan yang tidak sehat.
Hal tersebut harus menjadi perhatian, sebab berisiko pada berbagai penyakit, seperti pneumonia, diare, dan leptospirosis. Selain itu, penyakit tidak menular berisiko semakin berkembang akibat akses layanan kesehatan yang sulit.
Menurut Yogi, setelah revitalisasi fasilitas kesehatan dilakukan, persoalan terkait layanan kesehatan pada pengungsi dan kesehatan lingkungan harus secara paralel dijalankan untuk memulihkan kondisi masyarakat yang terdampak bencana.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Muda Sedia Aceh Tamiang, Andika Putra menambahkan, banjir yang terjadi di Aceh telah melumpuhkan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muda Sedia Aceh Tamiang. Lebih dari 90 persen bangunan lantai satu di rumah sakit tersebut terendam banjir.
Bahkan, hingga saat ini dampak banjir masih terjadi. Lumpur-lumpur yang amat tebal masih menyelimuti sejumlah area di rumah sakit tersebut. Selain itu, hampir semua tenaga kesehatan dan tenaga medis yang bekerja di rumah sakit tersebut pun terdampak.
Dengan adanya banyak bantuan, RSUD Muda Sedia akhirnya bisa kembali beroperasi pada 19 Desember 2025. “Namun, kami sekarang masih membutuhkan sejumlah tenaga tambahan,” tutur Andika.
Selain tenaga medis dan kesehatan perlu dipikirkan pula tenaga pendukung lainnya. Karena sampai hari ini kondisinya masih tercerai-berai untuk tenaga pendukung, seperti tenaga sipil dan tenaga kesehatan lingkungan,” ujarnya.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers menuturkan, pemerintah berupaya untuk memperkuat layanan kesehatan berbasis komunitas melalui revitalisasi puskesmas di wilayah terdampak banjir.
Setidaknya 800 puskesmas di tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara akan direvitalisasi untuk memastikan layanan promotif dan preventif bisa tetap berjalan.
Revitalisasi puskesmas jadi bagian strategi pemulihan kesehatan jangka menengah untuk menekan risiko keterlambatan penanganan penyakit dan mengurangi beban RS yang terdampak bencana. Penguatan puskesmas diarahkan melayani kebutuhan dasar di lokasi pengungsian, terutama bagi kelompok rentan seperti anak dan warga lanjut usia atau lansia.
“Sekarang kami mulai merevitalisasi sekitar 800 puskesmas di tiga provinsi agar pelayanan kesehatan tetap dekat dengan masyarakat. Kita ingin memastikan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat, terutama mereka yang paling rentan,” tutur Budi.
Yogi menuturkan, risiko bencana tidak dapat dihindari di Indonesia. Karena itu, langkah antisipasi harus disiapkan dengan baik agar penanganan bencana di kemudian hari bisa lebih baik. Hal itu terutama untuk penanganan terkait kesehatan masyarakat.
Ketersediaan armada udara emergensi menjadi kebutuhan penting saat bencana terjadi. Selain itu, koordinasi lintas sektor juga harus diperbaiki. Koordinasi yang tidak berjalan dengan baik membuat penanganan bencana menjadi lambat.
“Tentu kita harus belajar dari segala kekeliruan ataupun hambatan-hambatan yang kita jumpai di lapangan agar tak terulang di masa datang. Kita juga perlu memperbarui guideline (pedoman) penanganan kebencanaan untuk memperbaiki yang selama ini masih kurang,” tutur Yogi menambahkan.
Sebagaimana diberitakan, ribuan pengungsi korban bencana di wilayah Sumatera terserang berbagai penyakit. Para pengungsi korban bencana di Aceh terserang berbagai penyakit, seperti infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA, diare, dan flu. Petugas kesehatan juga mulai menemukan kasus campak yang dikhawatirkan dapat memicu wabah dan kejadian luar biasa.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Aceh Ferdiyus mengatakan, korban bencana di posko pengungsian mulai terserang penyakit. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Aceh pada 19 Desember 2025, di sembilan kabupaten/kota, jumlah pengungsi yang terkena ISPA 10.000 kasus, diare 1.376 kasus, dan influenza 1.336 orang.
Selain itu, ribuan pengungsi mengeluhkan mengalami gatal-gatal yang dipicu oleh sanitasi buruk dan minimnya fasilitas mandi, cuci, dan kakus. Di sejumlah lokasi, pengungsi juga masih kesulitan mendapatkan air bersih sehingga gatal-gatal cepat menular.
Petugas kesehatan juga menemukan korban bencana terjangkit campak. Penyakit ini mudah menular ke pengungsi lain. ”Kasus campak kami mendapat sembilan kasus. Ini yang kami khawatirkan. Jika tinggal di barak, bisa menular ke tempat yang lain,” kata Ferdiyus, saat jumpa pers secara daring, Jumat (19/12/2025). (Kompas.id, 19 Desember 2025)




