Oleh: Dr. Rahman Syamsuddin, S.H., M.H. (Pakar Hukum Pidana UIN Alauddin Makassar)
Menutup kalender 2025, dinamika keamanan di Kota Makassar menyisakan catatan yang kontradiktif.
Di atas kertas, data Kepolisian seringkali menunjukkan tren penurunan angka kriminalitas secara kuantitatif.
Namun, di sudut-sudut lorong dan ruang-ruang diskusi digital, keresahan warga justru tampak mengalami eskalasi.
Fenomena ini memicu pertanyaan mendasar bagi kita semua: apakah penurunan angka statistik berbanding lurus dengan peningkatan rasa aman di tengah masyarakat?
Kita seringkali menekankan bahwa hukum tidak boleh hanya berhenti pada angka-angka di atas meja penyidik.
Ada pergeseran pola kejahatan yang menuntut cara pandang baru dalam melihat keamanan kota berjuluk “Kota Daeng” ini.
Mutasi Kejahatan ke Ruang Digital
Salah satu poin krusial yang perlu disoroti adalah transformasi kejahatan dari jalanan ke ruang digital. Tahun 2025 menjadi saksi betapa penipuan online dan kejahatan siber bukan lagi sekadar bumbu berita, melainkan ancaman nyata bagi ekonomi warga Makassar.
Modus social engineering yang semakin canggih telah menjerat banyak korban dari berbagai lapisan sosial.
Dalam kacamata hukum, tantangan terbesar di tahun 2026 adalah penguatan aspek pembuktian siber. Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan metode konvensional.
Penegakan hukum harus selangkah lebih maju dalam menguasai teknologi informasi.
Sebagaimana sering diingatkan Rahman Syamsuddin, jika regulasi dan literasi digital kita tertinggal, ruang siber hanya akan menjadi ladang subur bagi para predator yang bersembunyi di balik anonimitas layar.
Paradoks Kejahatan Jalanan dan Busur
Meski tren digital meningkat, Makassar belum sepenuhnya lepas dari bayang-bayang kejahatan jalanan. Fenomena busur dan konflik kelompok pemuda masih menjadi momok di malam hari.
Penanganan kasus seperti ini tidak boleh hanya menggunakan pendekatan penal atau hukum pidana semata.
Memenjarakan pelaku mungkin memberikan efek jera sesaat, namun tanpa menyentuh akar sosiologisnya seperti pengangguran, kurangnya ruang kreativitas, dan rapuhnya ketahanan keluarga kejahatan serupa akan terus berulang. Solusi di tahun 2026 haruslah kolaboratif.
Pemerintah Kota Makassar bersama aparat perlu lebih aktif melakukan pendekatan non-penal untuk memutus rantai regenerasi kejahatan jalanan sejak dari hulu.
Restorative Justice: Jalan Tengah Menuju Keadilan
Catatan positif yang patut diapresiasi di tahun 2025 adalah semakin masifnya penerapan Restorative Justice (RJ). Langkah ini dianggap sebagai terobosan hukum yang progresif di Makassar.
Melalui RJ, kasus-kasus kecil yang bersifat sosial diselesaikan dengan perdamaian, sehingga beban lembaga pemasyarakatan tidak semakin meluap.
Namun, penerapan RJ di tahun 2026 harus dikawal dengan ketat agar tidak menjadi komoditas.
Kita kerap mewanti-wanti agar keadilan tetap berpihak pada pemulihan hak korban, bukan sekadar menjadi jalan pintas bagi mereka yang mampu secara finansial.
Integritas aparat penegak hukum menjadi taruhan utama dalam menjaga marwah keadilan restoratif ini di mata publik.
Korupsi dan Penyelamatan Aset
Di sektor kejahatan kerah putih, keberhasilan Polda Sulsel dalam menyelamatkan puluhan miliar rupiah uang negara dari kasus korupsi sepanjang 2025 adalah sebuah prestasi.
Namun, bagi masyarakat luas, keberhasilan bukan hanya diukur dari berapa banyak aset yang disita, melainkan seberapa besar efek jera yang ditimbulkan agar praktik serupa tidak merembet ke level birokrasi yang lebih rendah.
Di tahun 2026, transparansi pengelolaan anggaran daerah dan penguatan sistem pengawasan internal menjadi harga mati.
Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang membutuhkan keberanian penegakan hukum, termasuk dorongan untuk segera mengimplementasikan mekanisme perampasan aset bagi para koruptor agar kekayaan negara kembali kepada rakyat.
Penutup: PR Besar di Tahun 2026
Memasuki tahun 2026, tantangan keamanan Makassar akan semakin kompleks. Kriminalitas akan selalu bermutasi mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu, sinergi antara teknologi, ketegasan aparat, dan penguatan nilai-nilai sosiologis di masyarakat adalah kunci utama.
“Kejahatan bukan hanya soal angka yang turun, tapi soal rasa aman yang dirasakan warga saat pulang malam di jalanan Makassar.”
Mari kita jadikan tahun 2026 sebagai momentum untuk mengembalikan Makassar sebagai kota yang tidak hanya maju secara statistik, tetapi juga memberikan rasa damai yang hakiki bagi setiap warga. (*)





